"..Tas hitam dari kulit buaya, Selamat pagi berkata bapak Umar Bakri, Ini hari aku rasa kopi nikmat sekali
Tas hitam dari kulit buaya, Mari kita pergi memberi pelajaran ilmu pasti, Itu murid bengalmu mungkin sudah menunggu, Laju sepeda kumbang dijalan berlubang, Selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang,Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang ....."
Tidak dipungkiri pula masih banyak guru guru yang notabene mengajar dipelosok pelosok dan bukan PNS belum terlirik oleh Pemerintah, sehingga kesejahteraa mereka bisa dibilang minim.
Namun bukan berarti keterbatasan berakibat pula pada keterbatasan pemberian pelayanan yang baik, semuanya kembali kepada niat, banyak sekali contoh contoh yang dikemukakan kepada kita mengenai mereka yang telah tulus ikhlas untuk berbagi, walau ada dalam keterbatasan sarana.
Dalam bahasa Sansekerta guru yang juga berarti guru, tetapi arti harfiahnya adalah “berat” adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam agama Hindu, Gu artinya gelap, Ru artinya mengusir. Menurut ajaran ini guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Jadi secara etimologis dapat dikatakan jika guru artinya mengusir gelap dengan pengetahuan atau wawasan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
McLeod, (1989). Salah satu tokoh pendidikan, berasumsi bahwa guru adalah seseorang yang pekerjaanya mengajar orang lain. Kata mengajar dapat kita tafsirkan misalnya :Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitif). Melatih ketrampilan jasmani kepada orang lain (psikomotorik). Dan menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (afektif). Dalam proses pendidikan, guru menempati posisi penting dan sentral. Berhasil tidaknya proses transfer ilmu (kepada anak didik) dalam kegiatan belajar mengajar ditentukan salah satunya oleh guru. Oleh karenanya peran besar guru harus ditopang dengan kinerja dan pengetahuan serta kreativitas yang dimiliki guru itu sendiri.
Dalam realitasnya, profesi guru banyak menjadi alternatif terakhir ketika pekerjaan lain tidak bisa didapatkan. Sehingga profesi yang dipilih dengan tujuan agar tidak menganggur dan mengisi waktu tersebut berimbas besar pada kualitas dan kinerja guru. Menjadi guru, bukan hanya perihal mengajar dalam kelas, kemudian lepas tanggung jawab di luar kelas. Guru bukan hanya bisa mengajar, tapi juga harus mampu mendidik siswanya. Guru yang baik adalah guru yang mampu mendidik murid-muridnya bersikap dewasa, memiliki nilai individualitas, moralitas, dan sosialitas dalam kehidupan.
Dan jika seorang guru yang berlandaskan pada dasar UNTUNG DAN RUGI" tidak akan pernah berbuat berdasarkan nurani dan tanggung jawab moril sebagai pengemban Amanah, apalagi jika perhitungannya sudah pada kebendaan ( profit oriented ). Banyak hal hal yang tidak akan pernah bisa share secara lebih maximal disamping contoh tersebut.
Menjadi guru dengan panggilan hati, pasti akan menjadikan seorang guru tersebut mencintai pekerjaannya. Sehingga, tidak mengajar dengan setengah hati. Bagi guru yang bermental sepenuh hati, mengajar adalah panggilan jiwa untuk memberikan pengetahuan dan semangat kepada anak didiknya. Sedangkan, bagi yang bermental separuh, menjadi guru hanya perihal menerima gaji di awal bulan dan tidak berkeinginan untuk mengembangkan dirinya untuk memberikan perubahan dan pencerahan kepada anak didik dan masyarakatnya
Sesungguhnya, menjadi guru adalah sebuah misi yang penuh dengan moralitas dan idealitas. Menjadi guru harus punya panggilan hati untuk mendidik, panggilan untuk merubah dan mencerahkan. Menjadi guru haruslah lahir dari idealisme, dari dasar batin untuk mendidik anak-anak bangsa. Tanpa adanya panggilan hati, perbuatan mendidik anak bangsa, hanya ibarat tugas pokok rutinitas . Guru yang mengajar tidak berlandaskan panggilan hati, hanya bekerja setengah-setengah dan asal-asalan. Ilmu yang diajarkan dan tingkah laku yang ditunjukkan guru pada anak didik, sebenarnya, muncul dari hati nurani yang dalam.
Seorang guru ataupun calon guru, haruslah wajib menyadari posisi dan pekerjaannya sebagai amanah, tugas suci, dan misinya sangat sakral. Jadilah guru dengan panggilan hati, yang lebih mengutamakan pengabdian tulus, tanpa syarat, tidak dengan embel-embel materi. Sebab, jika pengabdian seorang guru dengan penuh keikhlasan dan ketulusan, akan memberikan kontribusi yang besar terhadap keberhasilan transfer ilmu kepada anak didiknya. Dengan ketulusan hati, seorang guru akan dapat menjadi penuntun jalan bagi anak didiknya, sebagai pengarah kepada proses pencerahan umat manusia. Karena sejatinya, guru merupakan penggerak dan penuntun jalan agar anak didik dapat menjadi manusia seutuhnya, lahir dan batin, rohani dan jasmani, dunia dan akhirat dan sesuai dengan nilai-nilai kemanusian .Walaupun gelar yang terpatri padanya adalah “pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. dengan julukan "Umar bakri"
Bagi seorang muslim apalagi ditambah dengan keyakinan bahwasannya ada tiga perkara yang akan dibawa sebagai bekal nanti :
Dari Abu Hurairah r.a. bahawa Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Apabila seorang anak Adam mati putuslah amalnya kecuali tiga perkara : sedekah jariah,atau ilmu yang memberi manfaat kepada orang lain atau anak yang soleh yang berdoa untuknya." (Hadith Sahih - Riwayat Muslim dan lain-lainnya)
0 komentar:
Posting Komentar