Dalam usianya yang masih relatif muda, Pondok Pesantren berdiri tahun : 2004, Sekolah Menengah Pertama tahun : 2006 sedangkan untuk Madrasah Aliyah pada tahun 2016 ini, merupakan tahun pertama kelulusan, dalam usianya tersebut, dengan segala keterbatasannya masih banyak sekali tentunya yang harus dibenahi, baik keadministrasian, sarana dan prasana, juga mutu kependidikan, dan lain lainnya. Alhamdulilah hingga tahun 2016 ini Pondok Pesantren Hidayatus Saalikin bisa bertahan, dan akan terus berjuang untuk berbenah diri menuju arah yang jauh lebih baik lagi..aminn..
Secara sederhana definisi pesantren salaf adalah sebuah pesantren yang
menganut sistem tradisional di mana di dalamnya hanya mengajarkan ilmu-ilmu
agama dan sama sekali tidak mengajarkan ilmu umum. Sedangkan pondok modern
adalah pesantren yang di dalamnya menganut sistem pendidikan yang diadopsi dari
sistem pendidikan modern dan materi yang dipelajari merupakan kombinasi antara
ilmu agama dan ilmu umum. Ciri khas pondok modern adalah penekanannya pada
kemampuan berbahasa asing secara lisan sedangkan keunikan pesantren salan
adalah lebih menekankan pada kemampuan penguasaan kitab kuning. Contoh pondok
modern adalah Pondok Modern Gontor.
"Salaf"
yang dibicarakan disini "bukan Salafi" karena pengertian "Salafi"
berbeda dan dipakai oleh mereka yang berbeda pula yaitu Wahabi dengan
pemakaian istilah "Salafi Wahabi" bagi mereka
Kata salaf berarti dari bahasa Arab سلف secara literal bermakna yang dulu atau yang sudah lewat. Dalam kitab Al Mu'jam al Wasith terdapat sejumlah makna yang berbeda namun yang senada dengan pengertian ini adalah
سَلَفَ :
سَلَفَ سَلَفَ ُ سُلُوفًا ، وسَلَفًا : تقدَّم وسبق .
فهو سالف . والجمع : سُلاَّفٌ ، وسَلَفٌ .
وهي سالفة . والجمع : سَوالفُ .
و سَلَفَ مضى وانقضى .
و سَلَفَ السائرَ سَلْفًا : تقدُّمه وسبقَه .
Dalam pengertian istilah pesantren di Indonesia, salaf berkonotasi pada sebuah pesantren tradisional yang menganut sistem pendidikan kuno yaitu sistem wetonan, bandongan dan sorogan.
Pengertian ini kemudian berkembang seiring dengan dinamika dari pesantren salaf itu sendiri. Saat ini pesantren salaf bermakna sebuah pesantren yang murni mengajarkan ilmu agama baik dengan sistem tradisional maupun sistem klasikal (jenjang kelas) yang umum disebut dengan madrasah diniyah atau menganut kedua sistem itu. Pesantren salaf dengan santri yang cukup banyak biasanya menganut kedua sistem sorogan/wetonan dan klasikal sekaligus.
Dalam perkembangan berikutnya, sebuah pesantren disebut salaf selagi terdapat sistem pendidikan di atas (tradisional dan klasikal) walaupun dikombinasikan dengan pendidikan formal (MI, MTS, MA, dst) yang mengikuti kurikulum Kemdikbud atau Kemenag. Seperti Pondok Pesantre Al-Khoirot.
Salah satu ciri khas dari pesantren salaf adalah, pertama, adanya penekanan pada penguasaan kitab klasik atau kitab kuning (kutub atturats - كتب التراث ) yang sering disebut dengan kitab gundul.
Secara utuh menyeluruh, dari rangkaian
tiga kata pendidikan pesantren salaf, lebih awal akan dijabarkan pengertian
tentang kata salaf. Kata salaf secara bahasa, berlaku pada setiap orang yang
telah mendahului kita. Kata salaf mempunyai arti yang telah lalu. Kaum salaf
adalah kaum terdahulu. Salaf seseorang adalah kakek moyangnya terdahulu. Dalam
pengertian ini, kata salaf berarti semakna dengan kata qobla yang artinya
sebelum atau yang lampau. Bisa juga disamaartikan dengan kata At-Taqoddum (yang
terdahulu). Kata ini sering dilawankan dengan khalaf, yang berarti belakangan
atau modern.
Salaf dalam term ini dikaitkan dengan
masa, waktu, dan jaman. Kadang dikaitkan dengan generasi. Kadang dikaitkan
dengan keadaan. Semua itu merujuk ke masa lalu. Masa jahiliyah sebelum Islam di
Makkah juga disebut jaman Salaf. Para Nabi sebelum Rasulullah Saw juga Salaf.
Bahkan Fir’aun-pun sebenarnya Salaf, dengan arti orang yang hidup di masa lalu.
Itu pemaknaan secara general (umum).
Pengertian kata salaf secara lughawi di
atas dilandaskan kepada hadits Nabi tentang ucapan salam kepada penghuni kubur
bagi yang melewatinya. Isi hadist itu, artinya berbunyi: “Semoga keselamatan
bagi kalian para penghuni kubur dari kalangan muslimin dan mukminin. Kalian
adalah salaf kami dan kami akan menyusul kalian. Semoga Allah Swt. mengampuni
(dosa-dosa) kami dan (dosa-dosa) kalian”. Sabda Nabi Shallahu 'Alaihi Wasallam
tentang kata ”Kalian adalah salaf kami..”, di penggalan Hadist di atas,
mempunyai arti bahwa kalian adalah pendahulu kami.
Dalam perkembangannya makna Salaf
menyempit untuk menyebut suatu babakan historis tertentu dalam sejarah Islam
yang berwenang memberi legitimasi ajaran Islam atas kurun waktu saat itu dan
sesudahnya. Otoritas tersebut hanyalah melekat pada tiga generasi awal Islam,
yakni para shahabat, Tabi’in (murid-murid para Shahabat), Tabi’ut Tabi’in
(murid-murid para Tabi’in). Pemahaman itu diilhami oleh sabda Nabi;
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian generasi setelahnya kemudian
generasi setelahnya”.
Dalam babakan sejarah lebih lanjut lagi,
di Indonesia istilah kata salaf lebih cenderung diartikan tradisional atau
kebalikan dari modern. Jadi beda pengertian antara arti salaf seperti yang
datang dari Timur Tengah, dan arti salaf yang lahir dari khazanah dan kekayaan
Islam Nusantara. Hanya lebih khusus lagi kata salaf lebih sering digunakan
sebagai bagian dari tipologi model pesantren yang ada saat ini.
Lebih jelas jadi, Pesantren salaf adalah
sebutan bagi yang masih menerapkan sistem kuno atau tradisional dalam banyak
hal seperti konstruk sosial budaya sarung-an. Satu hal lagi yang kental di di
pesantren salaf itu adalah hubungan antara kiai dengan santri cukup dekat
secara emosional. Kiai terjun langsung dalam menangani para santrinya.
Dan pendidikan pesantren salaf adalah
penerapan proses pembelajaran dengan menggunakan sistem dan metode kuno atau
tradisional, serta hal lain yang bersangkut paut dengan masalah pendidikan,
yang hal itu menjadi karakteristik khusus, pembeda dengan model pendidikan
lainnya, termasuk pendidikan modern dan pendidikan formal milik pemerintah (sekolah
negeri) seperti yang dilihat dan bertebaran di mana-mana saat ini.
Dunia pesantren adalah dunia yang
mewarisi dan memelihara kontinuitas tradisi Islam yang dikembangkan ulama dari
masa ke masa, dan hal tersebut tidak terbatas pada periode tertentu dalam
sejarah Islam, karenanya tidak sulit bagi dunia pesantren untuk melakukan
readjustment terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Maka itu kemamupuan
pesantren untuk tetap survive dalam setiap perubahan, bukan sekedar karena
karakteristiknya yang khas, tetapi juga karena kemampuannya dalam melakukan
perbaikan terus menerus secara otodidak.
Terdapat pelbagai oreintasi dan
kecenderungan baru yang terus berkembang dinamis dalam pesantren yang
membuatnya tetap dan terus survive dan bahkan berpotensi besar sebagai salah
satu alternatif ideal bagi masyarakat transformatif, lebih-lebih ditengah
pengapnya sistem pendidikan nasional yang kurang mencerdaskan dan cenderung
memunculkan ketergantungan yang terus menerus. Oreintasi dan kecenderungan
tersebut antara lain :
1. Karakternya yang khas dan tidak
dimiliki oleh lembaga pendidikan lainnya, yakni mengakar kuat di masyarakat dan
berdiri kokoh sebagai menara air (bukan menara api). Pesantren selain identik
dengan makna ke- Islaman juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sebagai
indigenous, Pesantren selain memiliki lingkungan, juga menjadi milik
lingkungannya. antara pesantren dengan lingkungannya ibarat setali mata uang,
atau harimau dan rimbanya yang satu sama lain mempunyai relasi yang erat
bersifat simbiotik dan organik. Karena itu posisi pesantren bagi masyarakatnya
sering digambarkan seperti firman Allah Swt, yaitu laksana pohon yang baik,
akarnya kokoh dan rantingnya menjulang kelangit, pohon itu memberi buah setiap
musim dengan idzin Allah Swt.
2. Di Pesantren terdapat prinsip yang
disebut Panca Jiwa, yakni berupa keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukuwah
Islamiyah dan kebebasan. Hakekat pendidikan pesantren sebenarnya terletak pada
pembinaan jiwa ini, bukan pada yang lain, karenanya hasil pendidikan di
Pesantren akan mencetak jiwa yang kokoh yang sangat menentukan falsafah hidup
santri dihari kemudian, artinya, mereka tidak sekedar siap pakai tetapi yang
lebih penting adalah siap hidup. Prinsip inilah yang menjadikan pesantren tetap
survive dan terus menjadi oase bagi masyarakat dalam perubahan yang
bagaimanapun.
3. Adanya hubungan lintas sektoral yang
akrab antara santri dengan kiai. Artinya kiai bagi santri tidak sekedar guru
ta’lim, tetapi juga sebagai guru ta’dzib dan guru tarbiyah. Dia tidak sekedar
menyampaikan informasi ke- Islaman, tetapi juga menyalakan etos Islam dalam
setiap jiwa santri dan bahkan mengantarkannya pada taqarrub ilalloh. Karena itu
hubungan kiai dengan santri tidak sekedar bersifat fisikal, tetapi lebih jauh
juga bersifat batiniyah.
4. Model pengasramahan. Di pesantren,
terdapat istilah santri mukim, dimana santri diasramakan dalam satu tempat yang
sama. Dimaksudkan selain menjadikan suasana tidak ada perbedaan antara anak
orang kaya atau orang miskin. Juga kiai dapat memantau langsung perkembangan
keilmuan santri, dan yang lebih penting adalah diterapkannya pola pendampingan
untuk melatih pola prilaku dan kepribadian para santri. Selain itu, pola
pengasramahan memungkinkan santri melatih kemampuan bersosial dan
bermasyarakat, sehingga akan cepat beradaptasi ketika mereka terjun pada
kehidupan masyarakat yang sesungguhnya.
5. Fleksibel terhadap berbagai perubahan
yang terjadi. Salah satu faktor yang menjadikan pesantren tetap eksis dan bahkan
menjadi alternatif prospektif dimasa yang akan datang, karena ia mempunyai
karakter membuka diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupan
riil, dikalangan pesantren terkenal slogan yang artinya, ”Menjaga tradisi lama
yang baik dan mengambil kebiasaan baru yang lebih baik” itu adalah merupakan
bagian dari pilihan sikap yang bijak.
Dengan berbagai visi serta kecenderungan
baru itulah, kekhawatiran banyak pihak yang memprediksi pesantren akan
kehilangan nilai relevasinya dengan kehidupan sosial yang terus berubah, saat
ini secara perlahan mulai terjawab, misalnya dalam segi elemen pokok, pada
perkembangan selanjutnya elemen pokok pesantren tidak hanya terdiri dari kiai,
masjid, pondok, pengajian kitab klasik dan santri, sebagaimana dilihat Zamakzary
Dhofir, Tapi telah jauh berkembang pada pusat keterampilan, pusat olah raga,
kantor administrasi, perpustakaan, laboratorium, pusat pengembangan bahasa,
koperasi, balai pengobatan, pemancar radio, penerbitan dan lain lain.
Demikian juga kita melihat terdapat
beberapa refungsionalisasi dalam pesantren, misalnya dari sekedar fungsi
pendidikan dan sosial, saat ini berkembang pada fungsi ekonomi, pengkaderan,
dan public service. Dengan refungsionalisasi tersebut, pesantren pada
gilirannya tidak sekedar memainkan fungsi-fungsi tradisionalnya, seperti
transmisi ilmu ilmu ke- Islaman, pemeliharaan tradisi Islam dan reproduksi
ulama’, tetapi juga telah menjadi alternatif pembangunan yang berpusat pada
masyarakat itu sendiri, pusat pengembangan pembangunan yang berorientasi pada
nilai, pembangunan lembaga dan kemandirian.
Dengan berbagai perkembangan baru yang
terus bergerak, walau terkesan hati-hati dan cenderung gradual evolusioner,
Pesantren jelas bukan saja mampu bertahan dan survive, tapi lebih dari itu,
dengan penyesuaian, akomodasi dan perubahan yang dilakukannya, pada gilirannya
pesantren mampu mengembangkan diri dan bahkan kembali menempatkan dirinya pada
posisi sebagai pusat pencerahan, pusat penyuluhan kesehatan, pusat pengembangan
tehnologi tepat guna, pusat usaha penyelamatan dan pelestarian lingkungan
hidup, pusat emansipasi wanita dan pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Kendati bersifat evolusioner, dengan
langkah yang mantap pesantren terus mengalami perkembangan dan kemajuan yang
konstan, dari tahun ke tahun mereka mampu menarik minat masyarakat stake holder
untuk berbondong bondong memasukkan putra putrinya ke lembaga tersebut. Hal
tersebut selain disebabkan faktor internal, dimana pesantren terus melakukan
pembenahan dan konsolidasi diri, juga disebabkan faktor eksternal dimana
lembaga pendidikan modern tidak mampu secara nyata melahirkan manusia yang
integrative, mandiri dan berakhlakul karimah. Padahal yang paling dibutuhkan
dalam dunia yang semakin menua ini tidak saja manusia yang siap pakai, yang
lebih penting justru yang siap hidup, Untuk hal yang terakhir, peran alumni
pesantren tidak dapat diragukan.
Dengan menyandarkan diri kepada Allah
Swt, para kiai pesantren memulai pendidikan pesantrennya dengan modal niat
ikhlas dakwah untuk menegakkan kalimatnya, didukung dengan sarana prasarana
sederhana dan terbatas. Inilah ciri pesantren, tidak tergantung pada sponsor
dalam melaksanakan visi dan misinya. Memang sering kita jumpai dalam jumlah
kecil pesantren tradisional dengan sarana dan prasarana yang mudah, namun para
kiai dan santrinya tetap mencerminkan prilaku-prilaku kesederhanaan. Akan
tetapi sebagian besar pesantren salaf tampil dengan sarana dan prasarana
sederhana. Keterbatasan sarana dan prasarana ini, ternyata tidak menyudutkan para
kiai dan santri untuk melaksanakan program-program pesantren yang telah
dicanangkan. Mereka seakan sepakat bahwa pesantren tempat untuk melatih diri
(riyadhoh) dengan penuh keprihatinan, asalkan tidak menghalamgi mereka untuk
menuntut ilmu.
Dengan demikian jiwa kesederhanaan di
atas, merupakan bagian dari tujuan pendidikan pesantren dalam rangka
menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, berakhlak mulia, bermanfaat bagi
masyarakat, sebagai pelayan masyarakat, mandiri, bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama dan atau menegakkan agama Islam demi kejayaan
umat Islam di tengah-tengah masyarakat Islam.
Untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu
kualitas out put pondok pesantren salaf itu memang tergantung terhadap program
yang dirancang oleh sosok pengasuh sesuai dengan perkembangan pesantren
tersebut. Hanya saja secara umum ada pergeseran oreintasi, antara pendidkan
pesantren masa lalu dan masa kini.
a. Oreintasi Pesantren Masa Lalu
Dalam sepanjang perkembangan zaman dengan
sejumlah kontradiksi atau anomali nilai-nilai di tengah masyarakat, pesantren
melakukan resistensi dalam rupa reaksi atau respon dan adaptasi. Salah satu
penyebabnya ialah sifat likuiditas pesantren. Likuiditas pesantren dapat
dilihat dari sejarah dan orientasi pesantren yang selalu berubah seiring
perkembangan zaman.
Orientasi pertama lahirnya pesantren
adalah untuk merespon situasi dan kondisi sosial masyarakat yang mungkin
dianggap ancaman. Transformasi nilai merupakan cara yang dilakukan sebagai
tawaran bagi masyarakat. Selanjutnya, pesantren berorientasi sebagai institusi
Islam atau pelembagaan nilai Islam. Pada masa penjajahan Belanda, misi
pesantren berorientasi pada ideologi-politik atau religio-politik. Motivasinya
adalah merebut kemerdekaan dan membebaskan masyarakat dari belenggu penghisaban
oleh kaum penjajah.
b. Oreintasi Pesantren Masa Kini
Pesantren masa kini memiliki orientasi
religio-ekonomik karena terkait independensi lembaga dan kebutuhan akan
kesejahteraan bersama. Dalam kata lain, pesantren dapat dikatakan lebih
bersifat pragmatis dan fungsional. Apalagi, jumlah masyarakat miskin di
Indonesia tidak pernah surut dan pesantren berpotensi membantu mengentaskan
kemiskinan sembari memberdayakan komunitas internalnya sendiri. Pesantren masa
kini tampaknya secara mendasar berupaya memberikan pembekalan keterampilan atau
spesifikasi pada para santrinya yang akan terjun ke masyarakat. Berbagai bidang
keahlian dapat dipilih oleh para santri sesuai minatnya, seperti pendidikan
guru, pertanian, perikanan, kerajinan, dan lain-lain. Hal ini dapat dianggap
sebagai negosiasi pesantren terhadap nilai-nilai baru yang berkembang dalam
masyarakat akibat kemajuan ilmu (science), pengetahuan (knowledge), dan
teknologi.
Adanya perubahan orientasi pesantren
tersebut disebabkan oleh perbedaan harapan antara santri pada masa dulu dan
santri masa kini. Dulu, santri menghabiskan seluruh waktunya di pesantren untuk
menempa iman, ilmu, dan amal, sementara santri sekarang menganggap pesantren
sebagai karantina uji batiniah dan lompatan untuk meneruskan ke lembaga sekuler
yang lebih tinggi. Tanda itu terlihat dari kebutuhan santri atas ijazah sebagai
syarat pokok untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Akibat
pergeseran orientasi tersebut pesantren tidak lagi terkesan eksklusif dan
teralienasi, melainkan terbuka dan eksis dalam masyarakat. Hal itu dilakukan
karena pesantren berusaha mengimbangi institusi-institusi pendidikan lainnya.
Namun, pesantren tidak meninggalkan identitasnya yang prinsipil sebagai lembaga
pendidikan Islam yang bertujuan mereproduksi ulama dan memelihara kesucian
ajaran Islam dari nilai-nilai sekuler.
C. Tipologi Pendidikan Pesantren Salaf
Dalam banyak literatur tentang pesantren
dinyatakan sejumlah tipe atau klasifikasi pesantren. Walaupun pada
masing-masing peneliti pesantren terdapat perbedaan tipe, tetapi intinya sama.
Secara garis besar dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Pesantren khalaf atau banyak juga yang
menyebut dengan istilah pesantren modern, biasanya ditandai oleh ciri-ciri :
a. Memiliki manajemen dan administrasi
dengan standar modern.
b. Tidak terikat atau tersentral pada
figur kiai
c. Memiliki pola dan sistem pendidikan
modern dengan perpaduan kurikulum antara mata ajar berbasis ilmu agama dan mata
ajar berbasis pengetahuan umum.
d. Sarana dan bentuk bangunan pesantren
lebih mapan, teratur, permanen, dan biasanya berpagar.
2. Pesantren terpadu. Pesantren ini
bertipe semi salaf sekaligus semi khalaf. Pesantren terpadu ini bercirikan
nilai-nilai tradisional yang masih kental sebab kiai masih dijadikan figur
sentral. Norma dan kode etik pesantren klasik masih menjadi standar pola relasi
dan etika keseharian santri dalam pesantren. Namun, pesantren terpadu ini telah
mengadaptasi sistem pendidikan modern sebagai bentuk respon atau penyesuaian
terhadap perkembangan lembaga-lembaga pendidikan nonpesantren.
3. Pesantren salaf, atau biasa juga
disebut dengan pesantren tradisional. Tipelogi ini secara khusus akan dibahas
lebih rinci dan akan diklasifikasi dengan jelas ciri pesantren dan pendidikan
pesantrennya. Secara umum, biasanya karakter dan ciri pesantren salaf, meliputi
:
a. Sangat terikat pada figur kiai atau
sosok kiai menjadi figure central segala bentuk kebijakan yang dijalankan oleh
para santrinya.
b. Sholat jama’ah lima waktu, menjadi
bagian dari kebiasaan santri sehari-hari.
c. Senang melakukan istighotsah, dan
d. Kontruksi pola hubungan antara kiai,
ustad, dan santri sangat erat serta saling bahu membahu.
Sementara secara khusus, ciri dan
karakter pendidikan pesantren salaf, yaitu dalam hal dan meliputi :
Berbicara managemen pendidikan
pesantren atau bisa disebut mengolah konsep apapun tentang pesantren sebenarnya
bukanlah pekerjaan mudah.
Dalam beberapa tahun terakhir di
lembaga pendidikan pesantren telah dilakukan berbagai pembaharuan di bidang
manajemen sebagai jawaban atas tuntutan demokratisasi global, salah satu
bentuknya adalah model manajemen demokratis yang berbasis kultural, dari, oleh
dan untuk peserta didik, dalam konteks ini terjadi rekonstruksi dari yang top
down menjadi button up, dari yang doktrimal menjadi demokratik, dari yang
menyeramkan menjadi menyenangkan.
Konsederasi yang dapat digunakan bagi
model manajemen demokratis adalah bahwa setiap manusia dan masyarakat
diciptakan dalam keadaan merdeka, karena itu kemerdekaan adalah hak setiap
manusia, dan kemerdekaan sejati itu adalah terbebasnya rakyat dari berbagai
bentuk ketidak berdayaan disegala bidang, termasuk pendidikan.
Sejatinya manajemen berhubungan erat
dengan usaha untuk tujuan tertentu dengan jalan menggunakan berbagai sumber
daya yang tersedia dalam organisasi atau lembaga pendidikan Islam dengan cara
yang sebaik mungkin. Manajemen bukan hanya mengatur tempat melainkan juga
mengatur orang per orang, dalam mengatur orang, tentu diperlukan seni atau kiat
agar setiap orang yang bekerja dapat menikmati pekerjaan mereka.
Dalam Islam keharusan membuat perencanaan
yang teliti sebelum melakukan tindakan banyak disinyalir dalam teks suci, baik
secara langsung maupun secara sindiran (kinayah), misalnya dalam Islam
diajarkan bahwa upaya penegakan yang ma’ruf dan pencegahan yang munkar
membutuhkan sebuah perencanaan dan strategi yang baik, sebab bisa jadi
kebenaran yang tidak terorganisir dan terencana akan dikalahkan oleh kebatilan
yang terorganisir dan terencana.
Meskipun Alqur’an menyatakan yang benar
pasti mengalahkan yang bathil, namun Allah lebih mencintai dan meridhoi
kebenaran yang diperjuangkan dalam sebuah barisan yang rapi, terencana dan
teratur.
Setelah perencanaan, dilanjutkan dengan
pengorganisasian, yakni proses penataan, pengelompokan dan pendistribusian
tugas, tanggung jawab dan wewenang kepada semua perangkat yang dimiliki menjadi
kolektifitas yang dapat digerakkan sebagai satu kesatuan team work dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan secara efektif dan efesien. Dalam Al-
Qur’an, ditegaskan bahwa “Setiap orang mempunyai tingkatan menurut pekerjaannya
masing-masing”.
Contoh sikap yang pernah dilakukan
Rosulullah Saw, adalah sewaktu beliau membentuk atribut Negara. Beliau
memposisikan dirinya sebagai pemegang kekuasaan dan menempatkan para sahabatnya
di posisi yang beerbeda-beda sesuai dengan keahlian, kecakapan, dan kapasitas
kemampuan masing-masing diantara mereka. Karenanya dalam konteks managerial
penataan pendidikan pesantren, seperti ini.
Pada prinsipnya sumber materi yang
dipelajari di pendidikan pesantren adalah al- Qur’an dan al- Hadist, dan
beberapa disiplin ilmu yang mendukung untuk bisa mengenal lebih jauh dua sumber
ajaran dimaksud. Karena isi dua sumber ajaran itu mengandung banyak disiplin
keilmuan yang ada saat ini, sebenarnya berarti belajar al- Qur’an dan al-
Hadist sama seperti belajar semua dispilin keilmuan yang ada.
Hanya Apabila diklasifikasi, yang banyak
dipelajari di pesantren adalah produk ideologi Ahlussunnah Waljama’ah, seperti
ilmu teologinya Imam Ays’ari dan Al- Maturidzi, fiqih-nya empat madzhab
terutama Imam Syafi’ie dan Imam lain yang ikut bermadzhab ke Imam Syafi’ie, dan
tasawwuf-nya Imam Ghazali.
Semua materi itu tersaji dalam kitab
kuning. Term kitab kuning bukan merupakan istilah untuk kitab yang kertasnya
kuning saja, akan tetapi ia merupakan istilah untuk kitab yang dikarang oleh
para cendekiawan masa silam. Istilah tersebut digunakan karena mayoritas kitab
klasik menggunakan kertas kuning. Yang pasti, istilah tersebut digunakan untuk
produk pemikiran salaf. Sementara itu, produk pemikiran salaf dikalangan
akdemisi lebih populer dengan sebutan turats.
Turats secara harfiah berarti sesuatu
yang ditinggalkan atau diwariskan. Di dunia pemikiran Islam, turats digunakan
dalam khazanah intelektual Islam klasik yang diwariskan oleh para pemikir
tradisional. Istilah turats yang berarti khazanah tradisional Islam merupakan
asli ciptaan bahasa Arab kontemporer.
Sejarah mencatat bahwa para pembuat kitab
kuning atau turats dalam memainkan perannya di panggung pergulatan pemikiran
Islam tak pernah sepi dari polemik dan hal-hal yang berbau kontradiktif. Fakta
itu adalah bentuk kemajemukan pemahaman agama terlebih masalah akidah. Setelah
melakukan pencarian dan kajian yang mendalam para pemikir tidak jarang,
masing-masing menemukan konklusi yang berbeda-beda.
Untuk bisa membaca kitab kuning berikut
arti harfiah kalimat per kalimat agar bisa dipahami secara menyeluruh,
dibutuhkan waktu lama. Rata-rata para pendiri pondok pesantren salaf di
seantero Pulau Jawa belajar membaca kitab kuning ini secara khusus dengan
rentang waktu yang cukup lama dalam bilangan belasan atau bahkan puluhan tahun.
Untuk memahami isi kitab kuning,
seseorang harus menguasai Tata Bahasa Arab. Biasanya para santri di lingkungan
pondok pesantren salaf membutuhkan waktu dua sampai empat tahun untuk mendalami
Tata Bahasa Arab mulai dari Ilmu Nahwu, Ilmu Shorrof, sampai pada tingkatan
lebih tinggi lagi seperti Ilmu Balaghah dan Ilmu Mantiq.
Belajar tata bahasa di atas itu, adalah
sauatu keniscayaan untuk bisa membaca dan memahami kitab kuning. Di dunia
pesantren, kitab kuning merupakan kurikulum yang ditempatkan pada posisi istimewa.
Karena, keberadaannya menjadi unsur utama dan sekaligus ciri pembeda antara
pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya.
Secara keseluruhan kitab kuning yang
diajarkan dalam pesantren dapat dikelompokkan dalam delapan bidang kajian, yaitu:
nahwu dan sharaf, fiqh, ushul fiqh, tasawuf dan etika, tafsir, hadits, tauhid,
tarîkh dan balaghah. Teks kitab-kitab ini ada yang sangat pendek, ada juga yang
berjilid-jilid. Pengelompokan kitab kuning ini dapat digolongkan dalam tiga
tingkat, yaitu, kitab tingkat dasar, kitab tingkat menengah dan kitab tingkat
atas.
Selain itu, berdasarkan periode pengarang
(mushanif) sebelum atau sesudah abad ke-19 M, kitab kuning dapat dikelompokkan
menjadi dua:
1) al-Kutub al-Qadîmah, kitab klasik
salaf. Semua kitab ini merupakan produk ulama pada sebelum abad ke-19 M.
Ciri-ciri umumnya adalah:
a) Bahasa pengantar seutuhnya bahasa
klasik, terdiri atas sastra liris (nadzam) atau prosa liris (natsar).
b) Tidak mencantumkan tanda baca, seperti
koma, titik, tanda seru, tanda tanya dan sebagainya.
c) Tidak mengenal pembabakan alinea atau
paragraf. Sebagai penggantinya adalah jenjang uraian seringkali disusun dengan
kata kitâbun, bâbun, fashlun, raf’un, tanbîh dan tatimmatun.
d) Isi kandungan kitab banyak berbentuk
duplikasi dari karya ilmiah ulama sebelumnya. Kitab sumber diperlukan sebagai
matan, yang dikembangkan menjadi resume (mukhtashar atau khulâshah), syarah,
taqrîrat, ta’liqât dan sebagainya.
e) Khusus kitab salaf yang beredar di
lingkungan pesantren si pengarang harus tegas berafiliasi dengan madzhab sunni,
terutama madzhab arba’ah. Sedangkan, kitab salaf yang pengarangnya tidak
berafiliasi dengan madzhab sunni hanya dimiliki terbatas oleh kyai sebagai
studi banding.
2) Kedua, al-Kutub al-‘Ashriyyah.
Kitab-kitab ini merupakan produk ilmiah pada pasca abad ke-19 M. Ciri-cirinya,
adalah:
a) Bahasanya diremajakan atau berbahasa
populer dan diperkaya dengan idiom-idiom keilmuan dari disiplin non-syar’i.
Pada umumnya karangannya berbentuk prosa bebas.
b) Teknik penulisan dilengkapi dengan
tanda baca yang sangat membantu pemahaman.
c) Sistematika dan pendekatan analisisnya
terasa sekali dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan umum pada zamannya.
d) Isi karangan merupakan hasil studi
literer yang merujuk pada banyak buku dan seringkali tidak ada keterikatan
dengan paham madzhab tertentu.
Secara menyeluruh, biasanya kitab yang
diajarkan meliputi sebelas bidang kajian: al-Qur’an, tafsir, hadits, ilmu
hadits, bahasa Arab, tauhid atau aqidah, akhlak, tasawuf dan mantiq.
Kitab-kitab kuning yang digunakan berdasarkan pola tingkatan. Pada tingkat
dasar kitab yang digunakan masih bersifat elementer dan relatif mudah dipahami.
Misalnya, ‘Aqîdah al-‘Awwâm (tauhid), Safînah al-Najâh (fiqh), Washâya al-Abnâ’
(akhlak) dan Hidâyah al-Shahibyân (tajwid). Pada tingkat menengah kitab yang
digunakan, yaitu: Matan Taqrîb, Fath al-Qarîb dan Minhâj al-Qawîm (fiqh),
Jawâhir al-Kalâmiyyah dan al-Dîn al-Islâmî (tauhid), Ta’lîm al-Muta’allim
(akhlak), ‘Imrithi dan Nahwu al-Wâdhih (nahwu), al-Amtsilah al-Tashrîfiyyah,
Matan al-Binâ’ dan Kaelani (sharaf) serta Tuhfah al-Athfâl, Hidâyah
al-Mustafid, Musyid al-Wildân dan Syifâ al-Rahmân (tajwid).
Pada tingkat atas kitab yang digunakan,
yaitu: Jalâlayn (tafsir), Mukhtâr al-Hadîts, al-Arba’în Nawâwi, Bulûgh al-Marâm
dan Jawâhir al-Bukhâri (hadits), Minhâj al-Mughîts (musthalah hadits), Tuhfah
al-Murîd, Husûn al-Hamîdiyyah, ‘Aqîdah Islâmiyyah dan Kifâyah al-‘Awwâm
(tauhid), Kifâyah al-Akhyâr dan Fath al-Mu’în (fiqh), Waraqat al-Sulâm (ushul
fiqh), Alfiyyah Ibnu Mâlik, Mutammimah, ‘Imrithi, Syabrawi dan al-‘Ilal (nahwu
dan sharaf) serta Minhâj al-‘Âbidîn dan Irsyâd al-‘Ibâd (tasawuf atau akhlak).
Yang paling menarik, pada pesantren ini kitab al-Munawwarah digunakan sebagai
pelajaran mantîq (logika formal), yang berisi logika Aristoteles dan lainya.
Hal lain yang berbeda lagi, dan menjadi
ciri khas dari pola pendidikan pesantren salaf adalah penyusunan silabus yang
kurang sistematis. Akibatnya akselerasi intelektual santri mengalami hambatan
untuk dapat memahami disiplin ilmu keagamaan secara mumpuni dan proaktif.
Untuk sekedar perbandingan, pesantren di
India hanya membutuhkan waktu delapan tahun dengan perincian masing-masing
jenjang pendidikan Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, dan Fadhilat (S-1) ditempuh
tiga tahun. Selesai 12 tahun ini santri sudah menguasai Nahwu atau Sharaf,
Sastra Arab, kitab Hidayat (al Umm-nya madzhab Hanafi), hadits Kutubus Sittah,
plus Muwatha’ Malik, Muwatha Imam Muhammad, dan Thahawi; tafsir Jalalain, dan
sejarah Islam dari era Nabi sampai dinasti Muslim India.
Kalau santri hendak
mengambil spesialisasi (program Master) di bidang tertentu, ia harus menambah
dua tahun lagi. Sebagai contoh, bagi yang hendak mengambil spesifikasi tafsir,
maka dalam dua tahun tersebut ia akan merampungkan Tafsir Ibnu Kathir, Tafsir
Baidhawi, dan ilmu tafsir untuk tingkat advanced (tinggi) yang kemudian
diakhiri dengan menulis Tesis. Untuk mencapai tingkat Master santri di India
hanya membutuhkan waktu 10 tahun.
Walaupun pelan tapi pasti, melihat
perkembangan kurikulum pendidikan pesantren saat ini tidak sekedar fokus pada
kitab klasik, tetapi juga memasukkan semakin banyak mata pelajaran dan
keterampilan umum dan jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti
dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal. Umumnya,
kenaikan tingkat seorang santri didasarkan kepada isi mata pelajaran tertentu
yang ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajarinya.
Apabila seorang santri telah mengusai satu
kitab atau beberapa kitab dan telah lulus ujian yang diuji oleh kiainya, maka
ia berpindah kepada kitab lain yang lebih tinggi tingkatannya. Jelasnya,
penjenjangan pendidikan pesantren tidak berdasarkan usia tetapi berdasarkan
penguasaan kitab-kitab yang telah ditetapkan dari paling rendah sampai paling
tinggi.
Sebagai konsekuensi dari cara
penjenjangan di atas, pendidikan pesantren biasanya menyediakan beberapa cabang
ilmu atau bidang-bidang khusus yang merupakan fokus masing-masing pesantren
untuk dapat menarik minat para santri menuntut ilmu di dalamnya. Biasanya
keunikan pendidikan sebuah pesantren telah diketahui oleh calon santri yang
ingin mondok.
Kurikulum Pendidikan pesantren, paling
tidak memiliki beberapa komponen, antara lain: tujuan, isi pengetahuan dan
pengalaman belajar, strategi dan evaluasi. Biasanya komponen tujuan tersebut
terbagi dalam beberapa tingkatan, yakni tujuan pembelajaran, tujuan
kelembagaan, tujuan tambahan dan tujuan anjuran atau keharusan. Namun demikian
berbagai tingkat tujuan tersebut satu sama lainnya merupakan suatu kesatuan
yang tak terpisahkan.
Komponen isi meliputi pencapaian target
yang jelas, materi standart, standart hasil belajar santri, dan prosedur
pelaksanaan pembelajaran. Komponen strategi tergambar dari cara yang ditempuh
di dalam melaksanakan pengajaran, cara di dalam mengadakan penilaian, cara
dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara mengatur kegiatan sekolah
secara keseluruhan. Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup cara yang
berlaku dalam menyajikan tiap bidang studi, termasuk cara mengajar dan alat
pelajaran yang digunakan.
Berbeda antara pendidikan pesantren
dengan pendidikan agama Islam. Bila disebut pendidikan Pesantren, maka
orientasinya adalah sistem, yaitu sistem pendidikan yang Islami yang
teori-teorinya disusun berdasarkan alqur’an hadits. Sedangkan pendidikan agama
Islam adalah nama kegiatan atau aktivitas dalam mendidikkan agama Islam.
Lebih jelas kurikulum Pendidikan
pesasntren sebenarnya adalah bahan-bahan pendidikan agama Islam di pesantren
berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja diberikan
kepada santri dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan.
Kurikulum Pendidikan pesantren merupakan alat untuk mencapai tujuan
terbentuknya integritas kepribadian yang Islami. Seperti yang pernah disebut
sebelumnya bahwa ruang lingkup materi pendidikan pesasntren adalah: Al-Qur’an
dan Hadits, Keimanan, akhlak, Fiqh dan sejarah, dengan kata lain, cakupan
Pendidikan pesasntren adanya keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan
manusia dengan Allah Swt, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun
lingkungannya.
Untuk mencapai tujuan Pendidikan
pesasntren tersebut, perlu rekonstruksi kurikulum agar lebih riil. Rumusan
tujuan Pendidikan pesasntren yang ada selama ini masih bersifat general dan
kurang mach dengan realitas masyarakat yang terus mengalami transformasi.
Rekonstruksi disini dimaksudkan untuk meningkatkan daya relevansi rumusan
tujuan Pendidikan pesasntren dengan persoalan riil yang dihadapi masyarakat
dalam hidup kesehariannya.
Prinsip pengembangan kurikulum Pendidikan
pesasntren secara umum dapat dikelompkkan menjadi dua, yakni prinsip umum, yang
meliputi prinsip relevansi, prinsip fleksebelitas, prinsip kontinoitas, prinsip
praktis, prinsip efektifitas dan prinsip efisiensi. Sedangkan prinsip khusus
mencakup prinsip yang berkenaan dengan tujuan Pendidikan pesasntren, prinsip
yang berkenaan dengan pemilihan isi Pendidikan pesasntren, prinsip yang
berkenaan dengan metode dan strategi proses pembelajaran Pendidikan pesantren,
prinsip yang berkenaan dengan alat evalusi dan penilaian Pendidikan pesasntren.
c. Metode Pembelajaran
Di dunia pesantren salaf, metode
pengajaran materi keagamaan Islam dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1) Sorogan
Sistem sorogan, yang sering disebut
sistem individual. Sorogan dilakukan saat santri belajar membaca Al Quran dan
kitab-kitab kuning. Metode sorogan ini dilakukan dengan cara kiai/ustadz
membacakan kitab di hadapan santri, kemudian santri membaca sendiri kitab
mereka di hadapan para kiai dan ustadz secara individual. Metode sorogan ini
meniscayakan santri belajar mandiri menguasai kitab kuning.
2) Bandongan
Sistem bandongan atau disebut juga
wetonan adalah model pembelajaran kolektif. Metode bandongan dilakukan pada
pembelajaran klasikal. Cara bandongan dilakukan dengan cara kiai dan ustadz
membacakan kitab di hadapan sejumlah santri, kemudian santri menyimak dan
mengartikan kitab tersebut dengan bahasa lokal. Metode bandongan tersebut
dilakukan saat bulan puasa atau saat pengajian kilat guna mengejar target
mengkhatamkan beberapa kitab kuning dengan waktu yang cepat dan singkat.
3) Halaqah
Secara bahasa halaqah artinya lingkaran.
Secara istilah halaqah berarti pengajian dimana orang-orang yang ikut dalam
pengajian itu duduk melingkar. Dalam bahasa lain bisa juga disebut majelis
taklim, atau forum yang bersifat ilmiyah.
Istilah halaqah ini sangat umum di timur
tengah, namun di Indonesia umumnya sering dikaitkan dengan pengajian dalam
format kelompok kecil antar lima sampai dengan sepuluh orang, dimana ada satu
orang yang bertindak sebagai nara sumber yang sering diistilahkan dengan
murabbi (Pembina).
Dan biasanya lagi anggota dari halaqah
itu adalah orang-orang yang sudah terpilih melalui semacam seleksi. Sehingga
selain untuk mempermudah mengkondisikan forum, juga agar suasana yang terbangun
lebih kepada model pembelajaran orang dewasa, yaitu sharing saling menyumbang
gagasan untuk mencari tau bersama-sama.
4) Bahtsul Masa’il
Suatu metode yang belajar untuk
memecahkan masalah secara bersama-sama dalam bentuk diskusi. Hal ini biasanya
setiap peserta mencoba menjawab masalah yang sedang dibahas dengan menjadikan
sumber dasar ajaran agama dan produk pemikiran ulama’ kontemporer sebagai
rujukan/refrensi.
Masalah yang disikapi adalah
masalah-masalah sosial apapun yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan
menuntut kejelasan hukum. Biasanya juga adalah masalah terkini yang belum
pernah terjadi sebelumnya.
Hanya untuk santri di lingkungan
pesantren, bahtsul masail menjadi media pembelajaran dan masuk dalam kegiatan
ekstrakurikuler atau kegiatan ilmiah untuk memahami kitab-kitab kuning.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
dipahami bahwa kitab-kitab kuning yang diajarkan di dunia pesantren cenderung
bernalar bayâni dan ‘irfâni, yang disampaikan dengan menggunakan metode
pengajaran yang bercorak bayâni. Misalnya, materi tasawuf. Lain dengan materi
mantiq, yang materinya bercorak burhâni, namun diajarkan secara bayâni. Oleh
karena itu, adalah keliru apabila ada anggapan bahwa setiap materi bernalar
bayâni diajarkan secara bayâni atau materi bernalar ‘irfâni diajarkan secara
‘irfâni atau materi bernalar burhâni diajarkan secara burhâni. Yang terjadi di
pesantren, adalah baik materi bernalar bayâni, ‘irfâni maupun burhâni tetap
diajarkan secara bayâni.
Pada umumnya komplek pesantren terdiri
dari rumah kiai, masjid, surau dan musholla, pondok tempat tinggal santri, dan
ruangan belajar. Di tempat itu pula mereka belajar dengan cara
berkesinambungan. Pada saat-saat tertentu kadang harus belajar di rumah
pengasuh, dan di saat yang lain harus pula belajar di langgar dan surau,
masjid, dan atau di gedung lokal untuk belajar.
Dulu pembalajaran santri berpusat di
rumah pengasuh. Yaitu belajar membaca dan mengkaji al- Quran yang. Kadang
ditambah dengan pengajian kitab kuning yang berkonsentrasi pada fikih madzhab
Imam Syafii. Setelah beberapa bulan jumlah santri bertambah, baik dari dalam
desa maupun luar desa. kemudian santri yang berasal dari luar desa menetap di
rumah pengasuh. dari beberapa santri yang menetap itu, semakin hari semakin
bertambah. Akhirnya karena jumlah santri yang bertambah banyak, maka
didirikanlah pondok pesantren. Lebih lanjut, surau dan masjid dijadikan pula
sebagai pusat pembelajaran santri. Dan tidak sedikit pula pesantren yang secara
khusus mendirikan gedung untuk tempat belajar santri, seperti pesantren yang
banyak kita lihat saat ini.
Selain perangkat gedung, fasilitas
pembelajaran pendidikan pesantren yang lain sangat sederhana, umumnya belum
menyentuh perangkat tehknologis-modern yang banyak digunakan lembaga umum
dasawarsa ahir ini.
Sesuai perjalanan dan perkembangannya,
kecenderungan fasilitas dan perangkat pendidikan di pesantren salaf selalu
tercipta perbaikan dari masa ke masa, dan oleh beberapa tokoh dinamisasi itu
diklasifikasi menjadi :
1) Pondok pesantren yang hanya terdiri
dari masjid dan rumah kiai. Pesantren ini sangat sederhana, dan pada umumnya
berada pada tingkat permulaan berdirinya pondok pesantren. Para kiai
menggunakan masjid atau rumahnya sebagai tempat para santri belajar.
2) Pondok pesantren yang memiliki masjid,
rumah kiai, dan asrama tempat tinggal santri.
3) Pondok pesantren yang selain memiliki
komponen pondok pesantren tradisional tersebut di atas, juga mempunyai
fasilitas gedung berjenjang sesuai tingkatan sebagai tempat pembelajaran.
4) Pondok pesantren yang telah memiliki
komponen-komponen pondok pesantren pola ketiga, juga mengembangkan pendidikan
keterampilan seperti, peternakan, kerajinan rakyat, koperasi, sawah, dan ladang
e. Legitimasi Masyarakat Dan Negara
Terhadap Para Alumninya
Hingga saat ini, alumni pendidikan
pesantren salaf kurang mendapat pengakuan sama dari pemerintah dengan alumni
pendidikan formal dan atau alumni pendidikan pesantren yang menganut sistem
formal. Hal ini ditandai dengan beberapa kenyataan, diantaranya :
1) Lulusan pesantren salaf tidak
mempunyai ijazah (bukti tanda kelulusan) yang diakui secara sah oleh
pemerintah. Sehingga upaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi, sama seperti lulusan pendidikan formal, sama sekali tidak punya
kesempatan.
2) Kesempatan menjadi abdi negara-pun
juga menjadi tidak bisa. Karena rekrutmen formasi apapun melalui lamaran calon
pegawai negeri sipil, termasuk guru dan TNI-POLRI saratnya harus mempunyai
ijazah sah yang diakui oleh pemerintah.
3) Masyarakat umum kemudian menjadi antipati
untuk menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren salaf. Padahal pesantren salaf
yang menjadi ciri khas pendidikan nenek moyang masyarakt Indonesia, penting
untuk terus dilestarikan. Selain karena budaya luhur warisan nenek moyang,
produk lulusan pesantren juga bisa menyeimbangi produk lulusan pendidikan lain.
Ikut terlibat memberi warna profesi yang ada, minimal sebagai penjaga moral
anak bangsa ke depan.
Karenanya tuntutan terhadap pemerintah
agar sistem pendidikan pesantren salaf direvitalisasi mengemuka dalam pembukaan
Silaturrahim Pengasuh Pondok Pesantren se-Indonesia dalam acara Rapat Kerja
Nasional Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) di Jakarta. Menurut KH Mahmud Ali
Zein, pemerintah perlu serius dalam menangani pesantren. Karena itu,
kebijakannya harus menyeluruh, tidak diskriminatif, dan tetap menghargai
independensi pesantren.
Selama ini, para santri yang
mengkhususkan diri belajar agama di pesantren salaf, ijazahnya tidak diakui
oleh pemerintah. Peminggiran ini jelas merugikan para santri. Padahal,
kemampuan dan pemahaman mereka tentang agama tidak kalah dengan para siswa atau
mahasiwa yang belajar di sekolah atau perguruan tinggi Islam yang dikelola
pemerintah. Secara keilmuan Para Santri tersebut Menguasai
kitab kuning atau literatur klasik Islam dalam bahasa Arab dalam
berbagai disiplin ilmu agama, Menguasai ilmu gramatika bahasa Arab atau
Nahwu, Sharaf, balaghah
(maany, bayan, badi’), dan mantiq secara mendalam karena ilmu-ilmu
tersebut dipelajari serius dan menempati porsi cukup besar dalam
kurikulum pesantren salaf di samping fikih madzhab Syafi’i, memahami
kitab bahasa Arab santri salaf memakai sistem makna gandul dan makna
terjemahan bebas sekaligus.
Pondok modern adalah anti-tesa dari pesantren salaf. Sistem ini
dipopulerkan pertama kali oleh Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
yang kemudian diduplikasi di pesantren lain yang memakai label modern.
Pondok Modern disebut juga dengan pesantren kholaf (modern) sebagai
akronim dari salaf atau ashriyah.
Metode Belajar Mengajar
- Umumnya memakai ssitem klasikal.
- Ilmu umum dan agama sama-sama dipelajari.
- Penekanan pada bahasa asing Arab dan Inggris percakapan.
- Penguasaan kitab kuning kurang.
- Sebagian memakai kurikulum sendiri seperti Gontor. Sedangkan sebagian yang lain memakai kurikulum pemerintah.
Ciri Khas Kultural dan Administratif
- Lebih disiplin dan lebih agresif.
- Mirip dengan sistem militer, santri senior mendominasi. Kekerasan menjadi budaya dalam memberi sanksi pada santri yunior.
- Sopan santun agak kurang setidaknya menurut standar pesantren salaf.
- Pendaftaran dengan sistem seleksi sehingga tidak semua calon santri diterima.
- Biaya masuk umumnya lebih tinggi dari pesantren salaf.
- Ada daftar ulang setiap tahun layaknya sistem administrasi di sekolah.
- Secara finansial lebih tercukupi karena biaya relatif tinggi dibanding salaf.
Kualitas Keilmuan
- Pintar berbahasa Arab percakapan tapi kurang dalam kemampuan penguasaan literatur kitab kuning karya para ulama salaf.
- Kemampuan membaca kitab gundul kurang.
- Kemampuan memahami Al-Quran dan tafsirnya kurang.
- Kemampuan dan pengetahuan tentang hadis dan ilmu hadis kurang.
- Kemampuan dalam ilmu fikih dan ushul fiqih sangat kurang.
- Kemampuan ilmu gramatika Bahasa Arab seperti Nahwu, sharaf, balaghah, mantiq, kurang.
Perhatian Pemerintah sangat diperlukan terutama untuk Pondok Pondok pesantren salaf klasikal, karena merekapun kompeten, dan tidak sedikit santriwan/ti yang capable di Pondok Pondok Pesantren Salaf.
Mayoritas pesantren berjalan dengan dana mandiri, untuk itu tentunya bantuan Pemerintahpun sangat dibutuhkan oleh semua Pondok Pesantren.
Tuntutan Era dan Zaman yang mau tidak mau akan menuntut Pondok Pondok Pesantren untuk menghasilkan alumnus alumnusnya yang kompeten, menjadikan PR bersama untuk bisa berbenah diri baik itu Pondok Pesantren Salaf, Salaf Modern atau Pondok Pesantren Modern ke arah yang jauh lebih baik lagi.
Kerjasama yang cooperative antar Pondok Pesantren dengan adanya sebuah wadah organisasi yang aktif sebagai sarana berbagi informasi sangat dibutuhkan.
Semoga untuk kedepan akan lahir generasi generasi yang tidak hanya berkualitas Iman dan Ahlaknya sebagai Pondasi dasar kehidupan namun juga keilmuannya, Insan insan kamil yang memimpin Bangsa ini aminnn..
saya IBU WINDA posisi sekarang di malaysia
BalasHapusbekerja sebagai ibu rumah tangga gaji tidak seberapa
setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
sempat saya putus asah dan secara kebetulan
saya buka FB ada seseorng berkomentar
tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
karna di malaysia ada pemasangan
jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
saya minta angka sama AKI NAWE
angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
terima kasih banyak AKI
kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259 tak ada salahnya anda coba
karna prediksi AKI tidak perna meleset
saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan
KISAH CERITA AYAH SAYA SEMBUH BERKAT BANTUAN ABAH HJ MALIK IBRAHIM
BalasHapusAssalamualaikum saya atas nama Rini anak dari bapak Bambang saya ingin berbagi cerita masalah penyakit yang di derita ayah saya, ayah saya sudah 5 tahun menderita penyakit aneh yang tidak masuk akal, bahkan ayah saya tidak aktif kerja selama 5 tahun gara gara penyakit yang di deritanya, singkat cerita suatu hari waktu itu saya bermain di rmh temen saya dan kebetulan saya ada waktu itu di saat proses pengobatan ibu temen saya lewat HP , percaya nda percaya subahana lah di hari itu juga mama temen saya langsung berjalan yang dulu'nya cuma duduk di kursi rodah selama 3 tahun,singkat cerita semua orang yang waktu itu menyaksikan pengobatan bapak kyai hj Malik lewat ponsel, betul betul kaget karena mama temen saya langsung berjalan setelah di sampaikan kepada hj Malik untuk berjalan,subahanallah, dan saya juga memberanikan diri meminta no hp bapak kyai hj malik, dan sesampainya saya di rmh saya juga memberanikan diri untuk menghubungi kyai hj Malik dan menyampaikan penyakit yang di derita ayah saya, dan setelah saya melakukan apa yang di perintahkan sama BPK kyai hj Malik, 1 jam kemudian Alhamdulillah bapak saya juga langsung sembuh dari penyakitnya lewat doa bapak kyai hj Malik kepada Allah subahanallah wataala ,Alhamdulillah berkat bantuan bpk ustad kyai hj Malik sekarang ayah saya sudah sembuh dari penyakit yang di deritanya selama 5 tahun, bagi saudara/i yang mau di bantu penyembuhan masalah penyakit gaib non gaib anda bisa konsultasi langsung kepada bapak kyai hj Malik no hp WA beliau 0823-5240-6469 semoga lewat bantuan beliau anda bisa terbebas dari penyakit anda. Terima kasih