Harapan dari Pendidikan adalah memberikan warna pada peserta didik untuk memiliki karakter yang baik dan berwawasan luas, iti juga yang diprogramkan Pemerintah dengan menerapkan pendidikan berkarakter. Dengan pendidikan berkarakter ini sangat diharapkan kualitas generasi yang muncul dari hasil pendidikan adalah insan insan yang, Beradab, Berahlak dan Cerdas, sehingga mereka merupakan generasi generasi unggulan dan amanah dalam menjalankan estafet pembangunan, mau tepo seliro tidak angkuh dan sombong, menghargai sesama, mencubit diri sendiri sebelum mencubit orang lain, karena cubitan itu sakit diapun gak kaan mau mencubit orang lain, dsb dsb...
Dunia pendidikan yang memberikan warna pada seorang anak, setelah sebelumnya dia punya warna tersendiri dari lingkungan sosialnya akan sangat berpengaruh pada pembentukan karakter peserta didik. Tata cara yang didapatkan dalam kependidikan akan memberikan warna lainnya tentunya pada si anak.
Peran Pendidik ( Guru ) Sangat Dominan dimana ada istilah Guru itu di gugu dan ditiru. Produk pendidikan dari era sebelumnya yang masih belum maximal untuk menghasilkan generasi generasi yang beradab dan berahlak luhur, dimana indikatornya hanya pada sebatas "Ilmu pengetahuan" membuat mereka ketika mendapatkan power akhirnya lupa diri..tidak sedikit yang bertitle tinngi, dan punya jabatan pada ujungnya kita lihat di media dia terlibat banyak kasus yang banyak merugikan kepentingan hajat orang banyak. Mereka yang sudah jadi Menteri, Gubernur, Dewan, Walikota dan lain-lainnya karena tidak diiringi oleh Adab dan ahlak akhirnya mereka ..lepas kontrol..Lupa bahwa ada Yang Maha Tahu dan Maha Melihat, Padahal gelar mereka berjejer baik di depan namanya atau dibelakang namanya..yang Ir, Dr, MM dan sebagainya..
Untuk Aliyah dalam wacana terakhir mewajibkan K13 sebagai kurikulum dengan acuan pembentukan karakter tersebut yang menjadi tolak ukur..K13 sebenarnya sangat menarik dengan tidak hanya Pengetahuan sebagai tolak ukur keberhasilan transfer pendidikan, namun ada sisi utama lain sebagai indikator adab dan ahlak. Adab pada Allah Ta'ala, Pada Orang Tua, Guru dan Lingkungan Sosial menjadi pembelajaran juga indikator penilaian...
Pelajarilah Dahulu Adab dan Akhlak
Terlalu banyak menggeluti ilmu diin
sampai lupa mempelajari adab. Imam Malik pernah memberikan nasehat,
"Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu."
Terlalu banyak menggeluti ilmu diin sampai lupa mempelajari adab. Lihat
saja sebagian kita, sudah mapan ilmunya, sekolahnya tinggi, disekolahnya berprestasi atau mereka faham betul akan tauhid, fikih dan
hadits, namun tingkah lakunya terhadap orang tua, kerabat, tetangga dan
saudara muslim lainnya bahkan terhadap guru sendiri jauh dari yang dituntunkan
oleh para salaf.
Coba lihat saja kelakuan sebagian kita terhadap orang yang beda
pemahaman, padahal masih dalam tataran ijtihadiyah. Yang terlihat adalah watak
keras, tak mau mengalah, sampai menganggap pendapat hanya boleh satu saja tidak
boleh berbilang. Ujung-ujungnya punya menyesatkan, menghizbikan dan mengatakan
sesat seseorang.
Padahal para ulama sudah mengingatkan untuk tidak meninggalkan
mempelajari masalah adab dan akhlak.
Namun barangkali kita lupa?
Barangkali kita terlalu ingin cepat-cepat bisa kuasai ilmu yang lebih
tinggi?
Atau niatan dalam belajar yang sudah berbeda, hanya untuk mendebat orang
lain?
Pelajarilah Adab Sebelum Mempelajari Ilmu
Ketahuilah bahwa ulama salaf sangat perhatian sekali pada masalah adab
dan akhlak. Mereka pun mengarahkan murid-muridnya mempelajari adab sebelum
menggeluti suatu bidang ilmu dan menemukan berbagai macam khilaf ulama. Imam
Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda
Quraisy,
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
“Pelajarilah
adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Kenapa
sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al
Husain berkata,
بالأدب
تفهم العلم
“Dengan
mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
Guru
penulis, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab maka
akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan
disia-siakan.”
Oleh
karenanya, para ulama sangat perhatian sekali mempelajarinya.
Ibnul
Mubarok berkata,
تعلمنا
الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين
“Kami
mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu
selama 20 tahun.”
Ibnu Sirin
berkata,
كانوا
يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم
“Mereka
-para ulama- dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka menguasai
suatu ilmu.”
Makhlad bin
Al Husain berkata pada Ibnul Mubarok,
نحن
إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من حديث
“Kami lebih
butuh dalam mempelajari adab daripada banyak menguasai hadits.” Ini yang
terjadi di zaman beliau, tentu di zaman kita ini adab dan akhlak seharusnya
lebih serius dipelajari.
Dalam Siyar
A’lamin Nubala’ karya Adz Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Wahab berkata,
ما
نقلنا من أدب مالك أكثر مما تعلمنا من علمه
“Yang kami
nukil dari (Imam) Malik lebih banyak dalam hal adab dibanding ilmunya.” –
Imam Malik
juga pernah berkata, “Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan
Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman -seorang fakih di kota Madinah di masanya-. Ibuku
berkata,
تعلم
من أدبه قبل علمه
“Pelajarilah
adab darinya sebelum mengambil ilmunya.”
Imam Abu
Hanifah lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab
fiqih. Karena dari situ beliau banyak mempelajari adab, itulah yang kurang dari
kita saat ini. Imam Abu Hanifah berkata,
الْحِكَايَاتُ
عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ مِنْ الْفِقْهِ
لِأَنَّهَا آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ
“Kisah-kisah
para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa
bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur
mereka.” (Al Madkhol, 1: 164)
Di antara
yang mesti kita perhatikan adalah dalam hal pembicaraan, yaitu menjaga lisan.
Luruskanlah lisan kita untuk berkata yang baik, santun dan bermanfaat. ‘Umar
bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,
من
عدَّ كلامه من عمله ، قلَّ كلامُه إلا فيما يعنيه
“Siapa yang
menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara
kecuali dalam hal yang bermanfaat” Kata Ibnu Rajab, “Benarlah kata beliau.
Kebanyakan manusia tidak menghitung perkataannya dari amalannya” (Jaami’ul
‘Ulum wal Hikam, 1: 291).
Yang kita
saksikan di tengah-tengah kita, “Talk more, do less (banyak bicara, sedikit
amalan)”.
Berbeda
Pendapat Bukan Berarti Mesti Bermusuhan
Sungguh
mengagumkan apa yang dikatakan oleh ulama besar semacam Imam Syafi’i kepada
Yunus Ash Shadafiy -nama kunyahnya Abu Musa-. Imam Syafi’i berkata,
يَا
أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ
نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ
“Wahai Abu
Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak
bersepakat dalam suatu masalah?” (Siyar A’lamin Nubala’, 10: 16).
Berdoalah
Agar Memiliki Adab dan Akhlak yang Mulia
Dari Ziyad
bin ‘Ilaqoh dari pamannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca do’a,
اللَّهُمَّ
إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
“Allahumma
inni a’udzu bika min munkarotil akhlaaqi wal a’maali wal ahwaa’ [artinya: Ya
Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang mungkar].”
(HR. Tirmidzi no. 3591, shahih)
Doa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lainnya,
اللَّهُمَّ
اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ
عَنِّى سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Allahummahdinii
li ahsanil akhlaaqi laa yahdi li-ahsanihaa illa anta, washrif ‘anni sayyi-ahaa,
laa yashrif ‘anni sayyi-ahaa illa anta [artinya: Ya Allah, tunjukilah padaku
akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah
kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalinggkannya kecuali Engkau].” (HR.
Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib)
أسأل
الله أن يزرقنا الأدب وحسن الخلق
Ya Allah,
aku meminta pada-Mu agar mengaruniakan pada kami adab dan akhlak yang mulia.
Kalteng-In The End Of March By: A. Herman Fatah.
Referensi:
Ta’zhimul
‘Ilmi, Syaikh Sholeh bin ‘Abdillah bin Hamad Al ‘Ushoimi, Muqorrorot Barnamij
Muhimmatil ‘Ilmi.
Siyar
A’laamin Nubala’, Imam Adz Dzahabi, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan
ke-11, tahun 1422 H, jilid ke-10.
Jaami’ul
‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, Tahqiq: Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan
Syaikh Ibrahim Yajus, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kesepuluh, tahun
1432 H.
Al
Madkhol, Mawqi’ Al Islam, Maktabah Asy Syamilah
0 komentar:
Posting Komentar