Jumat, 12 Agustus 2016

RENUNGAN JUMAT: BAIK HATINYA INSYA ALLAH BAIK TEKAD UCAP DAN PERBUATANNYA

Dalam hadits Nu`man bin Basyir bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

"Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka seluruh tubuh juga baik. Jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati". (HR Muslim, no. 1599. Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasâ`i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan ad-Darimi, dengan lafazh yang berbeda-beda namun maknanya sama. Hadits ini dimuat oleh Imam an-Nawawi dalam Arba’in an-Nawawiyah, hadits no. 6, dan Riyadhush-Shalihin, no. 588)

Penulis masih ingat betul akan nasehat seorang 'alim alm. Beliau alm.memberikan nasihatnya "Muka adalah cerminan Hati Dan Hati merupakan kotaknya amal" apapun itu tidak akan pernah tertutupi, karena akan terpancar gambaran tersebut pada wajah seseorang". Bukan ukuran bentuk fisik namun aura yang terpancar, suatu hikayat dalam kitab "Tajul Arus" karya Syekh Ibnu Athailah, datanglah seorang sahabat ke hadapan Sayyidina Usman kemudian mengucap salam..Sayyidina Usman terdiam..kemudian beliau berkata.."Dikeningnya ada tanda bekas Zinah"...hal tersebut tentunya bukan dibaca dengan pandangan dhohir oleh beliau Sayyidina Usman, namun bersihnya hati beliau ra, sehingga bisa melihat aura/pancaran amal yang telah dilakukan oleh orang tersebut, yang terpancar diwajahnya.

HATI adalah istilah yang sering disebut Alquran ketika berbicara tentang keimanan dan  spiritualitas. Bahwa, orang-orang beriman adalah mereka yang hatinya bergetar ketika mendengar nama Allah disebut, atau ketika ayat-ayat Alquran dibacakan kepadanya.

Dalam bahasa Arab istilah “hati” sebenarnya bersumber pada dua kata: Kalbu dan Fuad. Sayangnya, karena keterbatasan kosa kata dalam bahasa Indonesia, kedua kata tersebut diterjemahkan sama, menjadi ”hati”. Padahal, keduanya memiliki penekanan makna yang berbeda. Kalbu lebih menunjuk kepada sosok lahiriah dari hati, sedangkan fuad lebih mengacu kepada hati yang bersifat batiniah.

Karena itu, kita harus hati-hati dan cermat menangkap maknanya, sesuai dengan konteks ayat atau kalimat hadits yang kita jadikan rujukan. Misalnya, hadits berikut ini. Alaa wainna fiil jasadi mudhghatan idzaa shalahat shalahal jasadu kulluhu waidzaa fasadat fasadal jasadu kulluhu alaa wahiyal kalbu - “Ketahuilah bahwasanya pada setiap tubuh ada segumpal daging. Jika daging itu baik, akan baiklah seluruh anggota tubuhnya. Namun apabila dia rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuhnya. Ketahuilah bahwasanya segumpal daging itu adalah kalbu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits diatas ada yang memaknai secara batiniah, bahwa kalbu adalah sumber akhlak. Sehingga kalau akhlaknya rusak, maka rusak pula seluruh nilai kemanusiaan orang tersebut. Dan sebaliknya, jika baik akhlaknya, maka menjadi baik pula dia sebagai manusia. Pemaknaan semacam ini sepintas lalu tak bermasalah. Tetapi, kalau kita mau mencermati, kalimat hadits itu sebenarnya berbicara ”hati” secara fisikal, dan berbicara tentang kesehatan biologis.

Bahwa ada segumpal daging, diistilahkan sebagai mudhghah, yang memiliki peran sangat penting dalam tubuh manusia, sehingga jika segumpal daging itu rusak maka rusak pula tubuhnya. Dan jika baik, maka baik pula tubuhnya. Lantas disebutlah segumpal daging itu sebagai kalbu sesuatu yang bermakna ”bergetar bolak-balik”. Mudhghah yang dimaksud dalam hadits tersebut tidaklah bersifat batiniah, melainkan bersifat lahiriah alias fisikal. Yakni, menunjuk kepada jantung, yang memang memiliki getaran bolak-balik, sebagaimana terlihat dalam grafik hasil rekaman Electro Cardiograph (ECG).

Selain itu, penafsiran kalbu sebagai jantung juga dikuatkan oleh ayat Alquran yang menjelaskan secara harfiah bahwa kalbu adalah segumpal daging yang ada di dalam dada. QS Al Hajj (22): 46, ”… al quluubullatii fiish shuduur – hati yang berada di dalam dada. ” Yang di ayat lain lagi disebut sebagai organ yang bisa bergetar-getar ketika mengalami peristiwa tertentu yang emosional.

QS Al Anfaal (8): 2. ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. ”

Yang menarik, selain bersifat lahiriah dan biologis, jantung juga memiliki mekanisme yang menjembatani fungsi-fungsi batiniah, yakni emosi. Khususnya pada variable getarannya. Inilah satu-satunya organ yang bergetar-getar secara berbeda-beda dan nyata, ketika emosi kita sedang berubah-berubah. Saat terharu jantung kita bergetar. Saat marah menggeletar. Saat rindu dan jatuh cinta berdebar-debar. Bahkan saat takut, gemetarannya sampai menjalar ke seluruh tubuh.

Itulah sebabnya jantung menjadi organ yang khas, yang memiliki fungsi lahiriah dan batiniah secara simultan. Mudah dideteksi tanpa menggunakan peralatan yang rumit. Dan karenanya bisa dijadikan sebagai salah satu parameter untuk mengetahui perubahan emosi yang terjadi di dalam diri seseorang. Termasuk yang terkait dengan keimanan dan spiritualitas. Contohnya, ayat di atas. Bahwa, untuk mengetahui seseorang beriman atau kurang beriman bisa diketahui dari gemetarnya jantung kita saat mendengar nama Allah disebut, atau saat firman-firman-Nya dibacakan.

Jadi, secara sederhana, getaran-getaran jantung kita adalah representasi dari perubahan-perubahan emosional yang terjadi secara batiniah. Dan perubahan-perubahan emosi itu menunjukkan gejala spiritualitas yang lebih dalam yang berpusatkan di ”hati” yang lebih batiniah yang diistilahkan sebagai fuad. Karena itu, secara sederhana pula saya menyebut ada dua macam hati. ”Hati luar” adalah kalbu, sedangkan ”hati dalam” adalah fuad.

Tentang fuad ini, Alquran bercerita bahwa saat Nabi Muhammad didatangi malaikat Jibril di Gua Hira’, fuad menjadi pintu masuk spiritual bagi turunnya wahyu. Penglihatan beliau bersifat batiniah. Lebih halus dibandingkan kalbu yang getarannya bisa dirasakan secara fisikal. Getaran fuad adalah getaran radar jiwa yang sangat lembut tetapi sangat akurat, sehingga tidak mungkin tersesat.

Inilah sumber inspirasi, intuisi, ilham dan wahyu, yang dialami oleh para nabi. Memang sulit untuk dijelaskan secara empirik dan objektif, karena sudah memasuki kawasan subjektif. Tetapi sebenarnya, bagi jiwa yang suci, mekanisme ini memiliki akurasi yang sangat tinggi. Dan itu hanya bisa dirasakan yang bersangkutan. Karena itu dalam ayat berikut ini, Allah memberikan pembelaan kepada Rasulullah ketika penglihatan beliau itu tidak dipercaya oleh sebagian masyarakat waktu itu. Bahwa, apa yang beliau alami itu benar adanya. Beliau tidak sedang tersesat ataupun keliru. Karena, apa yang diterimanya dari malaikat Jibril itu benar-benar wahyu.

QS An Najm (53): 2-11. “Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan bukanlah ucapannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya (ayat-ayat Alquran) itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas. Dan (Jibril) menampakkan diri dengan rupa yang asli. Sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah dia dekat (sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu, dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hati (fuad)-nya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”

Hadis riwayat Aisyah ra. istri Nabi saw.:
Rasulullah saw. bersabda: Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut yang menyukai kelembutan. Allah akan memberikan kepada orang yang bersikap lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bersikap keras dan kepada yang lainnya

Kita tidak lalai akan do'a yang satu ini : "Ya Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah diriku dalam Agama-Mu dan dalam Ketaatan kepada-Mu".
Begitulah, menjaga kondisi hati untuk senantiasa istiqomah berada di jalan Allah, senantiasa bersih dari segala kotoran dan lembut dari segala kekerasan (hati), tidaklah mudah. Kesibukan dan rutinitas kita yang menguras tenaga dan pikiran, serta interaksi yang terus menerus dengan masalah duniawi, jika tidak diimbangi dengan "makanan-makanan" hati, terkadang membuat hati menjadi keras, kering, lalu mati... Padahal sebagai seorang mukmin, dalam melihat berbagai macam persoalan kehidupan, haruslah dengan mata hati yang jernih.
Untuk itu, beberapa nashehat berikut patut kita renungi dalam upaya melembutkan hati. Kita hendaknya senantiasa:
1. Takut akan datangnya maut secara tiba-tiba sebelum kita sempat bertaubat.
2. Takut tidak menunaikan hak-hak Allah secara sempurna. Sesungguhnya hak-hak Allah itu pasti diminta pertanggungjawabannya.
3. Takut tergelincir dari jalan yang lurus, dan berjalan di atas jalan kemaksiatan dan jalan syaithan.
4. Takut memandang remeh atas banyaknya nikmat Allah pada diri kita.
5. Takut akan balasan siksa yang segera di dunia, karena maksiat yang kita lakukan.
6. Takut mengakhiri hidup dengan su'ul khatimah.
7. Takut menghadapi sakaratul maut dan sakitnya sakaratul maut.
8. Takut menghadapi pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur.
9. Takut akan adzab dan prahara di alam kubur.
10. Takut menghadapi pertanyaan hari kiamat atas dosa besar dan dosa kecil yang kita lakukan.
11. Takut melalui titian yang tajam. Sesungguhnya titian itu lebih halus daripada rambut dan lebih tajam dari pedang.
12. Takut dijauhkan dari memandang wajah Allah.
13. Perlu mengetahui tentang dosa dan aib kita.
14. Takut terhadap nikmat Allah yang kita rasakan siang dan malam sedang kita tidak bersyukur.
15. Takut tidak diterima amalan-amalan dan ucapan-ucapan kita.
16. Takut bahwa Allah tidak akan menolong dan membiarkan kita sendiri.
17. Kekhawatiran kita menjadi orang yang tersingkap aibnya pada hari kematian dan pada hari timbangan ditegakkan.
18. Hendaknya kita mengembalikan urusan diri kita, anak-anak, keluarga, suami dan harta kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan jangan kita bersandar dalam memperbaiki urusan ini kecuali pada Allah.
19. Sembunyikanlah amal-amal kita dari riya' ke dalam hati, karena terkadang riya' itu memasuki hati kita, sedang kita tidak merasakannya. Hasan Al Basri rahimahullah pernah berkata kepada dirinya sendiri. "Berbicaralah engkau wahai diri. Dengan ucapan orang sholeh, yang qanaah lagi ahli ibadah. Dan engkau melaksanakan amal orang fasik dan riya'. Demi Allah, ini bukan sifat orang mukhlis".
20. Jika kita ingin sampai pada derajat ikhlas maka hendaknya akhlak kita seperti akhlak seorang bayi yang tidak peduli orang yang memujinya atau membencinya.
21. Hendaknya kita memiliki sifat cemburu ketika larangan-larangan Allah diremehkan.
22. Ketahuilah bahwa amal sholeh dengan keistiqomahan jauh lebih disukai Allah daripada amal sholeh yang banyak tetapi tidak istiqomah dengan tetap melakukan dosa.
23. Ingatlah setiap kita sakit bahwa kita telah istirahat dari dunia dan akan menuju akhirat dan akan menemui Allah dengan amalan yang buruk.
24. Hendaknya ketakutan pada Allah menjadi jalan kita menuju Allah selama kita sehat.
25. Setiap kita mendengar kematian seseorang maka perbanyaklah mengambil pelajaran dan nasihat. Dan jika kita menyaksikan jenazah maka khayalkanlah bahwa kita yang sedang diusung.
26. Hati-hatilah menjadi orang yang mengatakan bahwa Allah menjamin rezeki kita sedang hatinya tidak tenteram kecuali sesuatu yang ia kumpul-kumpulkan. Dan menyatakan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia, sedang kita tetap mengumpul-ngumpulkan harta dan tidak menginfakkannya sedikit pun, dan
mengatakan bahwa kita pasti mati padahal dia tidak pernah ingat mati.
27. Lihatlah dunia dengan pandangan I'tibar (pelajaran) bukan dengan pandangan mahabbah (kecintaan) kepadanya dan sibuk dengan perhiasannya.
28. Ingatlah bahwa kita sangat tidak kuat menghadapi cobaan dunia. Lantas apakah kita
sanggup menghadapi panasnya jahannam?
29. Di antara akhlak wanita mu'minah adalah menasihati sesama mu'minah.
30. Jika kita melihat orang yang lebih besar dari kita, maka muliakanlah dia dan katakana kepadanya, "Anda telah mendahului saya di dalam Islam dan amal sholeh maka dia jauh lebih baik di sisi Allah. Anda keluar ke dunia setelah saya, maka dia lebih baik sedikit dosanya dari saya dan dia lebih baik dari saya di sisi Allah."

Demikianlah, pada orang-orang yang berhasil mensucikan dirinya, radar jiwa yang namanya fuad itu akan bertambah tajam, sehingga menjadi mekanisme munculnya petunjuk Tuhan secara batiniah. Lewat mata hati. Persis seperti yang terjadi pada Rasulullah saat berkhalwat di Gua Hira’, ketika didatangi malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu pada malam al Qadr. Yang demikian ini, insya Allah juga akan bisa terjadi pada orang-orang yang mau untuk terus menerus berusaha membersihkan hatinya, memfilter sir sir yang tidak relevan dengan hukum Allah dan Sunnatulloh. Wallahu a’lam bissawab.

0 komentar:

Posting Komentar

PENERIMAAN SISWA BARU

Yayasan Pendidikan Dan Sosial Pondok Pesantren Menerima Pendaftaran Siswa Baru Mulai Pertengahan Mei 2016, Untuk Tahun Ajaran 2016-2017 Jenjang Pendidikan : SMP Berbasis Pesantren Hidayatus Saalikin, Madrasah Aliyah Juga Umum ( SMK-SMA) Dengan ketentuan mentaati dan patuh pada tata tertib Pondok Pesantren...... BACA SELENGKAPNYA